***
Hati seseorang akan menjadi beku
jika tak pernah digunakan untuk merasakan sebuah Kasih sayang, jika sebuah
keyakinan yang tulus akan memperkuat untuk menyatukan dua hati, begitu yang dia
ingat dalam novel yang dibacanya barusan. “bullshit!” Itu gak masuk akal fikir
Shandy ia menutup sebuah buku ketika dia sedang membaca novel favoritnya
diteras belakang rumahnya, lalu tiba-tiba seseorang menghampirinya. “cabut yuk
shan! Gue bete nih diem aja dirumah” ajak Willy kepada kakak semata wayangnya.
“gue males will, lo aja
deh, gue mau tidur” jawab Shandy sambil beranjak dari tempat duduknya dan masuk
kedalam rumah, tanpa memperdulikan ajakan willy, “ah, gak asik lo shan!” willy
menggerutu, walaupun mereka bersaudara tapi banyak perbedaan yang mereka
miliki, Shandy merupakan anak sulung yang terbilang pintar, hobbynya membaca
buku dan selalu serius dalam segala hal, sifatnya cuek dan pendiam, bertolak
belaka dengan sifat Willy. Kemudian willy pun pergi dengan mobil jazz nya
diikuti oleh Pak Min sopir pribadi keluarganya yang berlari terburu-buru “aden,
Den Willy, mau kemana den, mobilnya sedang bermasalah den!” tanpa memperdulikan
Pak Min, dia terus melaju kencang.
Saat di perjalanan
tiba-tiba mobilnya berhenti mendadak, “ah, shit! Ini mobil kenapa lagi.” Dia
terus berusaha menstarter namun mobilnya tak kunjung hidup, dan dia turun
memeriksa bagian belakang, sebenarnya ia tidak tahu apa yang bermasalah. Lalu
dia pun menghubungi Pak Min “Pak Min, sekarang ke jalan Tembaga jemput mobil
saya, saya mau pergi sekarang, cepat!” dan langsung menutup pembicaraannya. Beberapa
menit kemudian Pak min datang dan membawakan mobil yang lainnya, willy langsung
pergi mengendarai mobil yang dibawa Pak Min, sedangkan pak Min masih harus
mengurus mobil yang mogok itu.
Pak Min sudah belasan tahun bekerja pada keluarga
Handoko yang terkenal sangat baik, ia selalu patuh pada majikannya itu karena
sangat dipercaya, terlebih ia harus sabar melayani Tuan mudanya Willy yang
sangat arogan, namun Erlita ibunya sangat menyayangi kedua putranya tersebut,
terlebih shandy anak sulung yang begitu sangat ia banggakan, namun Willy
meskipun anak bungsunya tidak seperti yang ia harapkan tapi tetap ia manjakan.
***
Malam harinya, “Bi Ella,
Willy belum pulang juga jam segini?” Perempuan setengah baya itu lari dengan
tergopoh-gopoh nenemui majikannya“belum nyonya”, “Shandy dimana?”,”den shandy
ada dikamarnya nyonya” kemudian setelah bicara dengan perempuan setengah baya
itu Erlita menemui anaknya “shandy, boleh mami masuk?” sambil mengetuk pintu,
shandy membukakan pintunya “ada apa mi?” “kamu tau willy kemana? jam segini dia
belum pulang?”, “shandy ga tau mi, paling bentar lagi dia pulang” setelah turun
dari kamar shandy Erlita melihat sibungsunya tertidur di sofa ruang tamu dengan
keadaan setengah sadar dan diantar seorang temannya, “kenapa dengan willy?”,
“ini tante willy tadi mabuk, saya Cuma ngantar. Saya permisi pulang” setelah
temannya pulang Willy terbangun dan menuju kamarnya, ibunya mencegah seperti
biasa dia menceramahinya “willy, mau jadi apa kamu? Pulang malam setiap hari
dengan keadaan kamu seperti ini? mami malu sama sikap kamu! Coba lihat Shandy
dia tidak pernah berkelakuan seperti kamu!”, “mami… udah deh! Aku pusing males
dengerin ocehan mami !”, sambil meninggalkan ibunya ”willy! Dengerin, mami
belum selsai bicara willy!”
***
Terik matahari masuk ke
sudut ruangan rumah, dan hangatnya pagi terasa, Bi ella yg sedang menyiapkan
sarapan “papi, mami cape dengan sikap willy, anak itu keterlaluan”, “sudahlah
mi, jangan terlalu difikirin” shandy pun datang untuk sarapan “pagi mi, pi”,
dengan wajah ceria ibunya tersenyum “pagi sayang, kamu sarapan yg banyak ya!
Liat pi, kapan Willy seperti shandy, dia selalu saja membangkang mami” unjuk
kepada suaminya. “sudah sudah! Jangan bandingkan willy dengan shandy mi, mereka
pasti saja berbeda. Tapi ya sama-sama anak kita” tuan handoko terus membela
Willy “papi selalu saja membela willy.” Setelah selesai sarapannya semua sibuk
dengan urusan masing-masing. “hari ini kamu mau kemana Shandy?”, “aku mau ke
kampus mi, mau ambil barang-barang yg tersisa”, “yasudah, lagipula setelah selesai
wisuda minggu beberapa kemarin kamu belum ke kampus mu lagi, mami senang
akhirnya anak mami yg satu ini sudah jadi sarjana, tidak sia-sia mami
membesarkan kamu sampai sekarang, mami bangga sama kamu bisa jujur dan sekolah
dengan baik, tapi mami bingung sama adikmu, mau jadi apa dia! Kerjaannya
poya-poya, kuliah ga bener, mami pusing dengan kelakuan dia!”, Shandy
menenangkan “sudahlah mi, jangan terlalu difikirin, nanti kalau fikiran willy
sudah matang dia pasti berubah!, “tapi mau sampai kapan? bimbing adikmu shan!”,”ya
mau gimana lagi, shandy udah coba, tapi tetep aja”
”mami heran kenapa
sikap kamu sama dia bertolak belaka.” Kepada anak sulungnyalah erlita selalu
berkeluh kesah tentang adiknya “yasudah mi aku kekampus dulu”, dengan penuh
kasih sayang dia mencium kening shandy “hati-hati anakku!”, shandy pun
tersenyum, dan mencium tangan ibunya “iya
mi”.
***
Suasana univesitas yang
sepi membuat dia terdiam merenungkan tentang apa yg terjadi beberapa waktu
lalu, ketika dia masih berada dalam kampus, berbaur dengan teman-temannya. Dia
beranjak dan berjalan ke suatu ruangan penyimpanan barang pribadi, diapun
terdiam selintas baying masa lalu pun kembali teringat.
Ketika itu Shandy sibuk
dengan laptop dan tugasnya ‘’hey, kamu mau cokelat?” kata seorang gadis berparas cantik, dengan
bola mata yang indah dan senyumnya yang manis “Fanna, diam! Aku lagi serius
ngerjain tugas nih!” Shandy
menyingkirkan sebungkus cokelat yg diberikan fanna untuknya, namun fanna tetap
terus mengganggunya dengan merengek “ayolah shandy, jangan terlalu serius
belajarnya. Cokelat ini benar-benar enak loh, apa kamu ga mau nyoba?” sambil
menyodorkan padanya, dan shandy pun tidak dapat menolaknya lagi, bagaimana
tidak, kekasihnya telah susah payah
seharian menganggu dia mengerjakan tugas, “nah.. gitu dong! Kamu kalo belajar
ga inget waktu” sambil menyuapinya, “bukan gitu fan, besok aku ada ujian,
ingat! uji skrip sebentar lagi, kamu itu iseng aja, bukanya belajar, atau
nyari-nyari bahan buat skripsi mu!”, iya-iya pa dosen“ fanna meledeknya, namun
shandy tetap tersenyum, karena dia sangat mencintai perempuan yg ada didepannya
itu, fanna adalah gadis baik pilihannya, dua tahun bersama tidak sebentar,
mereka menjalaninya dengan segala kesungguhan. Hanyalah Fanna yang dapat mengerti Shandy saat
ini. “besok mami aku mau ketemu kamu fan”
“oya? Yasudah, aku udah
lama ga ngunjungin mami kamu”, “iya mami aku nanyain kamu, yauda sekarang kamu
diem, aku mau konsen sama tugasku ini lagi ok!”, akhirnya Fanna pun menyerah
“iya-iya, kalo gitu aku ke kantin dulu ya”, shandy tersenyum melihat tingkah
kekasihnya itu.
Dan keesokan harinya
saat sepulang kuliah mereka kerumah shandy. Hubungan merekapun selalu diwarnai
dengan pengertian, namun ketika memasuki pelulusan mereka sibuk dengan
skripsinya masing-masing.
Hingga
akhirnya tiba saat proses wisuda, panggung yang mewah dan berates-ratus siswa
dengan pakaian wisuda dan toga kebanggaan mereka bersorak gembira, shandy
bahagia akhirnya dirinya dapat membuat orang tuanya bangga, dan ketika ditengah
keramaian itu dia berusaha mencari mata indah yang selama ini selalu
disampingnya, hingga akhirnya mata mereka bertemu dan saling berpelukan, “selamat
ya Fanna Paola” senyumnya mengembang, namun fanna tetap memeluk erat dirinya
seakan tak mau melepasnya, lalu dia meraih tangannya dan menatap mata gadis itu
dalam “hey, seharusnya kamu senang sudah wisuda? Kenapa kamu nangis?”, gadis
itu hanya terdiam dan memeluk erat kembali dirinya “aku minta maaf sama kamu Shandy
Wirayudha!”, ia pun heran tak mengerti apa yang terjadi pada kekasihnya saat
itu “minta maaf? kenapa?”, fanna melepas
pelukannya dan menatapnya lekat “shan, sehabis wisuda ini………. aku ke Belanda”
ia hanya terdiam dan berusaha menghibur diri “hey.. bukanya itu bagus? Kamu
harusnya senang”, sosok fanna yang periang kini tak dapat dikenalinya lagi “shandy
please, dengan perginya aku kesana, kita bakalan pisah”, ia meyakinkan dan meraih tangan gadis itu “dengar
aku fanna, ga ada yg bisa misahin kita! Kamu kesana untuk ngambil S2 kamu, jadi
bukan berarti kita selesai”, shandy menggenggam erat tangan fanna untuk terus
meyakinkanya, “kamu percaya… kemanapun kamu, aku akan dukung kamu”, fanna
menatap matanya “kamu ga mencegah aku pergi shan?”, dia hanya menggelengkan
kepala, “kamu ga takut kita berpisah?” tanyanya ulang, shandy kemudian memeluk
fanna “aku ga akan larang kamu, dan aku ga takut kehilangan kamu, karena aku
yakin sama perasaan kita fan!” fanna pun sedikit menjauh darinya, melepas
pelukan erat kekasihnya itu, tanpa ragu dia fanna berbicara “shandy, hubungan
kita sampai disini aja ya!” shandy sangat terkejut kenapa tiba-tiba fanna
bicara itu padanya “maksud kamu apa fan? Aku… aku..”, “aku mau hubungan kita
sampai disini shan, aku mau kamu lupain aku”, apa yg dia dengar masih tak
membuatnya percaya. “kamu kenapa sih? Fanna jangan becanda! Kenapa tiba-tiba kamu
mau kita akhirin hubungan ini? Apa kamu ga yakin sama perasaan kamu sendiri?”, ia
menatapnya lekat “maafin aku shandy, aku ga yakin, aku ga bisa hubungan jarak
jauh” fanna pun memeluk shandy dan menangis, namun shandy hanya terdiam,
berusaha sepenuhnya mempercayai keadaan yg terjadi dan berusaha mencerna
perkataan gadis itu. “maafin aku shandy, mungkin ini lebih baik!” fanna
melepaskan pelukannya dan pergi tanpa kata. Shandy merasa hancur hingga
akhirnya merekapun tenggelam dalam kesedihan. Dia tak dapat berbuat apapun
ketika gadis yang ia sayangi memilih untuk pergi, seketika hatinya pun terasa
sesak.
***
Keesokan paginya setelah
kejadian itu shandy terdiam dan selalu memiih menyendiri, ibunya menghampiri
“kamu ga berusaha cegah fanna?”, “buat apa mi, dia pergi untuk melanjutkan
kuliahnya” dia pun kembali terdiam “kamu ga kebandara buat temuin dia?”,ia
menggeleng “shandy ga mau temuin dia mi, shandy ga mau jadi penghalang fanna”
tanpa terasa dia meneteskan air matanya, bagaimana tidak! Hatinya hancur seorang
yg dia cintai pergi dengan memberi luka padanya, apa yang terjadi kemarin masih
membuatnya banyak pertanyaan dibenaknya, ‘apa fanna tidak menginginkannya lagi
hingga dia melakukan itu padanya disaat dirinya sangat mencintainya dan
berusaha mengerti namun tak berarti lagi’.
***
Bahkan sejak kepergian
gadis itu hatinya masih rapuh, meskipun dia sudah yakin harus terbiasa namun
dia tetap belum bisa menutupi kerapuhan hatinya. Sejak saat itu banyak tanda
Tanya besar mengapa orang yg sangat dicintainya pergi dan memilih mengakhiri
semuanya. Shandy kembali mengingat kenangan indah itu, namun dia berusaha
menepisnya. Tanpa terasa dia meneteskan air mata terdiam dan merasa dirinya
sangat bodoh. “ah, bodoh! Kenapa harus kaya gini” dia marah terhadap dirinya sendiri.
Setelah beberapa jam dia terdiam dia kembali mengumpulkan kekuatannya untuk
berusaha tegar, berusaha melupakan seseorang yang sudah 2 tahun lebih
bersamanya. Yang dua pekan telah meninggalkannya. Ia berfikir akan kembali
menata hidupnya. Setelah membereskan peralatan yg masih tersisa dikampusnya,
lalu ia pun kembali kerumah.
Saat memasuki kamarnya
yang di lihatnya willy “ngapain lo di kamar gue?”, willy hanya tersenyum “engga
ngapa-ngapain, Cuma gue heran kenapa mami selalu nyuruh gue buat berubah kaya
lo ? Jadi gue fikir gue kekamar lo aja kali ya, biar bisa kaya lo, haha!”
Shandy hanya terdiam tak memperdulikannya, ia memasuki kamarnya dan merapikan
barangnya “oiya, masih aja lo nyimpen foto cewek tak tahu diri ini.” willy
menambahkan sambil menunjukan foto fanna. Lalu shandy langsung mengambil dari
tangannya, “jangan denger omongan mami deh! Inget ya, Gue ga suka ada orang
lain yg sembarangan nyentuh barang-barang dikamar gue!”, ia pun langsung
menarik willy keluar kamarnya “sabar bro! nyantai aja sih shan, gue sama mami cuma
mau lo lupain cewek itu, ngapain masih nyimpen foto dia! ” adiknya hanya dapat tertawa
sinis, ia sangat benci yang namanya cinta, meskipun willy terkesan gonta ganti pacar, namun ia
tak percaya adanya cinta sejati, ia menganggap cinta bisa diukur dengan materi,
dan dia bisa saja mendapatkan apa yang
dia mau karena bagaimanapun keluarganya merupakan keluarga terpandang, makanya
selama ini hidupnya selalu berpoya-poya, berbeda sekali dengan kakaknya,
meskipun sama-sama tampan namun Shandy kurang mengerti dalam urusan hati, yang
dia kenal dihidupnya hanya gadis yang bernama fanna yang belakangan ini malah
menyakitinya.
“lo ga usah ikut campur
urusan gue!” dengan cepat shandy menutup pintu kamarnya. Setelah itu dia terus
kefikiran apa yang diucapkan willy benar kenapa dia masih saja menyimpan foto
gadis yang sudah menyakitinya, padahal dia berusaha untuk melupakannya.
***
Malam yang sangat sunyi
sepertinya ia terpuruk dalam kesendirian, shandy hanya terdiam duduk di teras
belakang, mami nya menghampirinya dia tahu betul apa yg sedang dirasakan
anaknya itu. “shandy.. sesekali lah kamu coba ikut sama willy, jangan hanya
diam begini terus”, berusaha untuk menghibur shandy, karena bagaimanapun ibu
mana yang ingin anaknya terus berdiam diri dalam masalah dan tak lagi seperti
anaknya yang dulu “apa mami nyuruh aku
biar kaya willy? Pulang malam, poya-poya, balapan?” ia begitu heran
menanggapi keinginan ibunya “bukan begitu, ya sesekali kamu pergi bareng willy,
biar kamu ga bosen dirumah terus!” shandy menggenggam tangan ibunya “aku ga
bosen mami! Mami tenang aja, aku baik-baik aja mami jangan khawatirin shandy”. Diapun kembali terdiam, menikmati keindahan
malam, ibunya hanya dapat memperhatikan sikap anaknya itu, bagaimana tidak
sejak kejadian itu, shandy menjadi berubah, banyak waktu yg dihabiskannya
dirumah. “shandy besok antar mami ke bandara ya?”, “mami mau pergi kemana?”
tanyanya heran “engga, mami mau jemput tante Ranti besok”, tidak biasanya
ibunya meminta shandy untuk ikut, biasanya ibunya selalu diantar pak Min
“kenapa mami ga minta anter willy aja, atau pak Min?” maminya hanya mengelus
dada, “ini lagi kamu, nyuruh mami minta anter anak itu! Dia mana mau mami andelin,
pak Min besok mami suruh antar bi Ella ke Pasar beli bahan makanan” shandy
tersenyum “iya mami, apa yang engga buat mami” ia tak dapat lagi menolak
permintaan ibunya itu, sejak kecil Shandy selalu dilimpahkan kasih sayang oleh
ibunya itu sedangkan ayahnya terkesan cuek dan lebih memanjakan anak bungsunya,
walaupun seperti itu shandy tumbuh dengan mandiri tak mau bergantung dengan
keluarganya, itu yang membuat ibunya sangat membanggakan anak pertamanya.
***
Mentari tersenyum pada
pagi, dengan mobil jazz dia dan ibunya menuju bandara, ditemani terik dan
panasnya ibu kota, sesampainya disana mereka menunggu ditempat transit para
domestic, 20 menit kemudian dua orang perempuan menghampiri mereka “hai jeng
Erlita!” mereka saling peluk dan bersenda gurau, “eh, jeng ranti, gimana
perjalanan nya dari Malang?”, teman
sebaya itu terlihat sepantaran dan sangat akrab “waduh lumayan cape, aduh ini
willy atau shandy ya?”, shandy mengulurkan tangannya “shandy tante”
Dengan ramah shandy
tersenyum, Ranti pun sangat terkesan pangling melihat anak sahabatnya itu yang
kini sudah tumbuh menjadi dewasa “oh, kamu pangling ya!”
“iya tante” merekapun
saling menyapa, lalu Erlita menghampiri gadis yang bersama sahabatnya itu “oiya
jeng, ini sella ya? Cantik sekali ternyata”, erlita menambahkan, gadis itu
hanya tersenyum malu, dan bersalaman dengan teman mamanya itu.
“iya jeng, ini sella!” sambil merangkul anak
semata wayangnya, “shandy kamu inget ga
dengan sella? Dulu kamu, willy sama sella sering main bareng loh”, shandy
dan sella hanya berusaha tersenyum, “sudah lupa mungkin jeng! Terakhir ketemu
kan mereka waktu umur 8 tahun”, Erlita menambahi “iya, ya, sudah lama kita ga
ketemu ya jeng”,
“mari jeng, nanti kita
lanjutin lagi ngobrolnya dirumah, kalian pasti capek” merekapun menuju kediaman
erlita. Sesampainya disana mereka mengobrol dan bernostalgia, shandy tidak
heran lagi dengan apa yang dia lihat, keakraban ibu dan wanita itu, karena
Ranti adalah sahabat ibunya sejak SMA. Diapun menuju kamarnya “eh shandy, Sini
sebentar nak!” langkah dia terhenti lalu menghampiri ibunya “iya ada apa mi?”
“kamu jangan masuk
kamar dulu, ini kamu kenalan dulu sama anaknya tante ranti, dari tadi dibandara
diem-dieman terus, kamu ajak ngobrol sembari lihat-lihat rumah kita”, dia pun
menuruti ibunya, tanpa malu-malu lagi gadis berparas manis itu mengulurkan
tangannya dan tersenyum “aku Marsella” shandypun menerima uluran tangannya
“shandy”, ranti menambahkan “aduh kalian ga perlu malu-malu gitu, dulu kan
kalian akrab” ibunya terlihat senang,
setelah itu shandy mengantarkan sella kekamar tamu yg sudah ibunya persiapkan, tanpa
basa-basi lagi lalu kembali keteras belakang rumahnya. Beberapa jam kemudian
willy menghampirinya “eh kita kedatangan tamu ya?”, sambil cengangas cengenges
memainkan bola basket yang ditangannya“iya, temen mami dari Malang sama
anaknya”, willy hanya manggut-manggut “pantes! Mami masak banyak banget, Lo
yang jemput ya?”, shandy gerah dengan pertanyaan-pertanyaan yang keluar dari
mulut adiknya itu ”iyalah! Emang lo molor terus, bangun siang!” dia menambahkan
“gue udah biasa kali, males gue jadi orang rajin kaya lo haha, oia anaknya
cantik ga?”
“biasa aja” shandy
langsung melengos menanggapi adiknya itu, sebelum banyak pertanyaan meluncur
dari mulut adiknya Shandy memilih untuk pergi kekamarnya.
***
Sore harinya dikeramaian
ibukota Jakarta shandy melaju mobilnya dengan kecepatan dengan disampingnya
sella, karena ibunya terus membujuk dan memintanya untuk menemani sella agar
berkeliling untuk melihat keramaian kota Jakarta pada sore hari
“kamu suka balap mobil Shan?”, dia tersenyum
heran mendengar pertanyaan gadis disampingnya itu “engga, kenapa emang?” gadis
itu terasa kikuk dari pas berangkat tak sedikitpun keluar percakapan, shandy
hanya sibuk meng-gas mobil jazz nya itu dengan kecepatan yang lumayan, dan
sella mencoba memulai percakapan itu “abis kamu dari tadi ngebut-ngebut”, “kalo
ga ngebut ga cepet nyampe” shandy menjawabnya singkat. “bisa aja, oiya, kamu
kuliah dimana?”
“udah wisuda kali,
kuliah di Gundar“ sella merasa obrolannya sangat tegang karena lelaki yang
dihadapannya sepertinya jutek dan terkesan tak ramah padanya, namun ia berusaha
mencairkan suasana
“wah hebat dong udah
jadi sarjana, Ngambil jurusan apa?”, “manajemen market”, “wah, berarti siap
buat gantiin om handoko dong ” ia hanya tersenyum “kenapa ga lanjutin S2 kamu?”
Shandy berfikir bahwa
sella gadis yang ramah, dan ia merasa tak ada salahnya juga memulai obrolan
dari pada diam seperti tadi. “pengen sih, tapi masih belum tau mau dimana.”,
sella sangat antusias ia berusaha ingin menjadi teman ngobrol yang baik bagi
shandy “kenapa belum tau? Harusnya kan
difikirin dari jauh-jauh hari, aku aja setelah nanti lulus S1 mau master di Belanda
ngambul jurusan jurnalis, sepertinya menyenangkan” gadis itu mencoba memberi
tahukannya, dan dia bercerita ia setelah lulus dari universitas ternama di kota
Malang ia bercita-cita ingin lanjut di Belanda, Negara tempat tinggal papanya
dulu yang pernah bekerja disana, namun shandy tertegun sendiri dalam
lamunannya, tiba-tiba ia teringat seseorang namun shandy menepisnya “oh…”,
merekapun mulai ‘lumayan’akrab dengan berbagi cerita dan pengalaman kuliahnya,
sella diajaknya jalan-jalan sore didaerah menteng tempat yang lumayan ramai
dengan rutinitas sorenya, setidaknya shandy tak sedingin pertama kali ia kenal
fikirnya.
***
Saat matahari terbenam mereka
kembali kerumah, bintang mulai menghiasi malamnya, saat itu Sella berada
diteras menikmati semilir angin , meskipun terasa dingin namun tak sedingin
udara di Malang kota kelahirannya, dan kedatangannya kali ini ke Jakarta dan
ibunya untuk liburan, ia dipaksa ikut oleh mamanya sembari mengisi liburannya
yang 3 bulan lamanya, ia tak punya pilihan lain, karena ia fikir perlu suasana
baru untuk mengisi penatnya aktifitas dikampus yang menyita waktunya, meskipun
disemester 6 yang lumayan tak terlalu padat namun lumayan menyita waktu yang
menumpuk, jurusan sastra Jerman yang ia ambil lumayan menyita waktu dengan tugasnya,
tak lama pun willy menghampirinya “gimana tadi, jalan sama kakak gue?” Sella
menoleh “hm, biasa aja” willy pun tersenyum “maklumin aja kalo shandy jutek,
dia emang pendiem gitu”
Sella mengerutkan
keningnya “o ya?”, “iya, dia super cuek sejak diputusin pacarnya, terus
ditinggal ke Belanda” willy menambahkan. “begitu ya, pantes aja, tapi aku yakin
ko dia baik” tersungging senyuman manis dibibir gadis itu, tiba-tiba willy
melihatnya, tanpa disadari hati willy berdesir dan terdapat keindahan lain yang
ia lihat, namun ia mencoba menepisnya sambil mengerjapkan matanya. “oh iya lo
udah wisuda?” sella menoleh dan menggeleng “belum, tahun depan mungkin baru
wisuda, kamu hebat ya ngambil marketing pemasaran juga sama kaya shandy”
tanyanya, namun willy heran “loh ko lo tau sih?”
“mami kamu yang cerita
semuanya tadi, oiya tapi kenapa kamu belum skripsi juga? Katanya kalian kuliah
masuknya bareng loh” kemudian willy berjalan dan duduk di sofa samping kolam,
kemudian disusul oleh sella
“itu dia masalahnya,
gue kuliah dengan bidang yang gak gue suka, ya jadi beginilah, sejak kecil gue
selalu dipaksa agar selalu sama kaya shandy, muak tau!”
Sella menoleh ke arah
willy “hey , tapi aku salut sama kamu, kamu bisa ngikutin shandy dan harusnya
kamu dibawah shandy tapi kamu bisa kuliah cepet jadi barengan sama dia.” Willy
tersenyum sinis “apa yang mesti dibanggain, walaupun tingkatannya sama kaya
dia, gue tetep nomor 2 karena bagi mami itu shandy lah yang pertama..” sella
mengerutkan dahinya “kamu iri sama shandy?”
“mungkin” willy menjawabnya singkat, ia
mengalihkan pembicaraan “o iya lo bukannya dulu item gendut terus rambut lo
berponi kuda ya? ” ledeknya, mata sella terbelalak ia ingat dulu semasa
kecilnya selalu diejek seperti itu, sella memenyunkan bibirnya tanpa menjawab,
ia sedikit kesal dengan willy karena dulu ia selalu terus meledeknya sampai
nangis, umur mereka sepantaran dan hanya berbeda 2 tahun dari Shandy yang lebih
tua dari mereka, dulu saat papanya kerja dijakarta sella dan keluarganya pernah
tinggal dijakarta dan jika ada kesempatan ia selalu main kerumah ini, dan
shandy selalu terlihat dewasa membela sella disaat willy membuatnya nangis.
“becanda ko, jangan
diambil hati, itu dulu, sekarang lo udah berubah jadi sedikit lebih manis tanpa
poni kuda itu” willy menambahkan, lalu sella memukul pundaknya “dasar!” mereka
berdua tertawa dibalik pondok belakang rumahnya itu, dan keakraban seakan
tercipta, mengingat dan menceritakan kembali cerita masa kecilnya. Mamanya dan
ibu willy berteman baik hingga sampai mereka masing-masing mempunyai keluargapun
masih tercipta tali persahabatan yang sangat erat. Willy yang bersikap arogan
ternyata tak pernah lupa dengan hal kecil yang pernah ia alami, meskipun
terlihat sembrono sebenarnya tersimpan sikap baik pada dirinya, Cuma saja ia
selalu mengentengkan masalah, terlihat manja namun tersimpan rasa iri terhadap
kakak kandungnya itu karena willy tidak bisa menentukan apa keinginan nya
karena keluarganya selalu memaksa dirinya seperti kakaknya, sehingga membuat
sikap willy seperti liar, pemberontak, sembrono dan arogan. Sebenarnya ayahnya
menyayangi willy seperti menyayangi shandy namun bakat yang dimiliki willy tak
sebanding dengan shandy, sehingga mereka berusaha mendidik willy sama seperti
kakaknya, padahal keinginan willy bertolak belaka ia lebih menyukai seni, sejak
kecil bakatnya ada pada bidang itu namun ayah dan ibunya tak mendukung dan
malah mengubahnya menjadi orang lain sehingga jadilah willy seperti ini.
Meskipun seperti itu keinginan willy untuk membeli ini itu segala fasilitasnya
selalu dibelikan terkecuali saat memasuki dunia kuliah semuanya seakan suram
baginya, karena ayahnya ingin kedua putranya kuliah dalam satu jurusan yang
sama agar perusahaan-perusahaan yang ia punya kelak dapat diduduki oleh kedua
putra kebanggaannya itu, shandy terlihat antusias karena ia benar menyukai
bidang itu, namun willy tidak sama sekali, ia tak menyukai bisnis dan tak
tertarik sedikitpun, namun ia juga tak bisa menolak keinginan ayahnya dan tak
mau menyakiti ibunya. Sehingga sikap buruklah yang muncul dan membuat ibu dan
ayahnya uring-uringan.
Lain hal nya shandy ia terus duduk melamun di atas
tempat tidurnya sembari membuka laptopnya, perlahan ia mengamati sebuah folder
yang berisikan gambar gadis yang ia sayangi, namun terbesit rasa sakit yang tak
dapat ia lupakan, ada rasa rindu dan ada pula rasa benci, ia memutuskan untuk
tak memikirkan hal itu lagi, ia berusaha fokus dengan apa yang ingin ia lakukan
kedepan, karena setelah wisuda ayahnya menawarkan shandy untuk menduduki
jabatan kecil dikantornya untuk belajar berbisnis dan mengenal dunia perusahaan
ayahnya itu, shandy tidak menolak ia merasa ingin melakukan hal itu, setidaknya
dia belajar dari hal kecil dan tidak langsung menempati posisi tinggi
diperusahaan ayahnya. Lalu sedikit demi sedikit ia memagar hatinya untuk tak
memikirkan hal yang mempersulit dirinya, termasuk melupakan fanna yang akan ia
lakukan, kemudian setelah sebentar membuka file gambar dilaptopnya ia menekan
option lalu memilih untuk menghapus folder dan seluruh isinya semua kenangan
bersama fanna pun lenyap, begitu juga difikirannya seakan semuanya dilenyapkan.
***
Keesokan paginya saat ditengah meja
makan keluarga pun makan bersama, terdapat hal berbeda saat ini semuanya
berkumpul, karena seperti biasanya willy selalu bangun telat, kadang Bi ella
yang mengantarkan sarapan ke kamar tidurnya, lalu ditambah lagi sekarang ada
Ranti dan anaknya semuanya cukup merasa
akrab, “shandy, kamu makan yang cukup, hari pertama kamu masuk kerja
diperusahaan papi kamu jangan sampai telat” sambil membetulkan dasi anaknya,
meskipun sedang berada dimeja makan namun Erlita selalu member wejangan dan
nasehat pada anaknya itu “iya mi, shandy ga telat.”
“aduh jeng, lihat
shandy pake jas sangat berbeda kelihatan gagah dan tampan ya jeng..” Ranti
menambahkan seolah-olah ia kagum pada putra sahabatnya itu
“tentu saja jeng,
shandy anak saya yang sangat tampan bukan” ibunya menambahkan, shandy hanya
tersenyum, dan ayahnya pun mengakui hal yang sama, kini putranya yang duduk
dimeja makan terlihat berbeda dan berwibawa sama seperti dirinya, tepat seperti
apa yang diharapkan ayahnya. “nah willy, kamu harus mencontoh kakak mu ini,
lihat dia udah wisuda dan mau mulai bekerja diperusahaan papi”, willy tersedak
makanan, ketika ibunya berbicara itu padanya, “iya mi, willy akan berusaha
keras lagi” hanya kata-kata itu yang keluar dari mulutnya, namun disisi lain
sella tersenyum ia melihat willy seperti tidak membantah ibunya lagi, ia
terlihat sedikit mengalah dan menjawab pertanyaan ibunya dengan baik.
Setelah percakapan
dimeja makan usai Shandy dan ayahnya pergi ke kantor, willy juga segera
bergegas ke kampus karena kebetulan ada kuliah pagi hari ini, lalu sella
berusaha membantu bi ella untuk merapikan meja makanan “aduh sella, biarin aja
bi ella yang beresin kamu ga perlu repot-repot ” erlita mencegahnya, “engga ko
tante, sella dirumah suka membantu mama sama bi Rum juga ko, jadi biarin sella
bantu bi ella”
“ya ampun, kamu memang
rajin ya, yaudah kalau kamu mau bantuin bi ella”
Dengan senang hati
sella membantu bi ella membereskan meja dan mencuci piring didapur, sedangkan
erlita dan mamanya ia punya urusan lain untuk bertemu dengan salah satu temannya
dulu dan berniat membuka butik dan usaha bersama, lalu mereka pergi untuk
membicarakan hal itu.
Siang harinya sella
setelah merapikan kamar tidurnya dia menghampiri bi ella, “bi ella lagi bikin
apa?”, wanita paruh baya itu tersenyum, “ini non sella, bibi lagi buat pudding
kesukaannya den willy, kebetulan den willy suka banget non sama pudding. ”
“oh begitu ya, sini bi
sella bantuin” sella bergegas mengambil cetakan pudding dan meletakannya,
“sebenarnya den willy itu sangat baik non, tapi ya gitulah nyonya sama tuan
selalu aja maksa buat nurutin kehendak den willy, makanya dia jadi begitu ”
tembahnya
“aku berfikir demikian
juga bi, memang willy beda banget sama shandy, tapi kasian juga kalau begitu”.
“iya non, kasian tapi den willy selalu menentang nyonya, makanya kemaren tuan
sama nyonya kasian pas den shandy wisuda, den willy engga mereka sangat marah
dan keliahatannya kecewa”, bi ella bercerita panjang lebar tentang majikannya
itu, ia terbilang sangat dekat dengan willy karena sejak kecil shandy dan willy
dibesarkan oleh bi ella juga, jadi ia tahu keadaannya seperti apa. Tak lama
kemudian terdengar suara pintu rumah dibuka, “eh kalian lagi sibuk gossip apa
ngomongin kegantengan saya ini” celetuk laki-laki dibelakang pintu dapur itu
sambil menghampiri mereka “eh den willy sudah pulang”
“udah dong bi tinggal
setor muka aja terus pulang deh, bibi masak apa? Ngapain ngajakin si poni kuda
itu juga?” ledeknya sambil mencuri pandang terhadap gadis yang disamping bi
ella yang sedang mencoba memasukan pudding panas yang siap saji itu “ini loh
den, bibi sama non sella buat pudding kesukaan den willy loh”
“iya, dengan penuh
cinta ya bi” sella menambahkan sambil meledek willy, willy terbelalak lalu
tertawa “sejak kapan sih poni kuda bisa masak, yang ada pudding saya ga enak
nanti bi” ejeknya
“jangan salah den, tadi
pagi aja yang bantuin bibi masak sarapan pagi non sella yang bantuin”, willy
terlihat kaget, dan sela hanya tersenyum mendengar pembelaan bi ella itu, “ah
yang benar bi? Pantas rasanya ga seperti biasanya, rasanya gaenak!”
“gaenak tapi habis
dimakan kok yah.” Sella nyeletuk lagi membela dirinya, tak bisa dipungkiri
willy tak berniat mengejeknya karena makanan yang tadi pagi ia makan rasanya
memang tak seperti biasanya, bukan karena tidak enak tapi karena ada sedikit
kekhasan nasi goreng itu seperti dicampur racikan bumbu bawang putih dan
rasanya enak dan sedap. “lagian kamu ko kuliah setor muka doing wil, ga belajar
apa?” tanyanya penasaran
Willy meraih kaleng
kerupuk di meja makan itu lalu duduk di salah satu kursi dekat dengan kitchen
room, dan dengan enteng menjawab pertanyaan sella “ngapain belajar, di Binus tuh
ya terserah kita mau cabut atau engga yang penting id card gue udah absen.”
“tapi sayanglah kamu
kok nyia-nyiain ilmunya, itu rugi dikamu, pantas kamu ga lulus wisuda” celanya
dengan kesal “yang rugi kan papi bukan gue”
Sella tambah kesal
willy sepertinya menyepelekan hal penting, karena sella sejak kecil di didik
untuk jangan menyia-nyiakan kesempatan “sudah-sudah jangan bertengkar, mending
non sella bantu bibi yuk buat bikin pisang keju kesukaan den shandy, nanti
pulang dark kantor biar tinggal bibi panggang aja di open” bi ella mencoba
melerai, lalu sella kembali bergulat dengan bahan yang bi ella sediakan tanpa
memperdulikan willy, sedangkan willy sesekali meliriknya dan meledeki, sesekali
dia juga iseng melempar kerupuk kehadapan sella yang mebuatnya semakin merasa
jengkel.
Malam harinya, ketika
shandy pulang dari kantor bi ella menyiapkan makan malam dan membawakannya
kekamar shandy, karena kebetulan malam sekarang tak ada jamuan makan malam
karena ayahnya sibuk dengan klien ada meeting dengan perusahaan lain, sedangkan
ibunya dan Ranti setelah membicarakan soal butik mereka menghadiri acara
reunian dan belum pulang, sedangkan Willy sibuk memainkan gitar listriknya
dikamar.
“den shandy ini sup
ayam sama pisang kejunya, nyonya dan tuan belum pulang dan bibi tidak masak
banyak tadi” shandy yang terlihat sangat lumayan lelah dan lapar langsung
memakannya “makasih bi, kebetulan saya belum makan malam tadi”
“gimana den kerja
pertamanya, menyenangkan?” bi ella seperti menanggap shandy anaknya sendiri
karena ia juga menyayanginya, “lumayan bi, tapi belum terbiasa masih agak
sulit” setelah suapan kedua shandy terdiam “bi ko masakan ini ga seperti biasa?
Siapa yang masak?” shandy sudah tahu betul masakan bi ella Karena sudah
terbiasa namun kali ini ada apa dengan sup ayam yang di makannya kali ini
berbeda, bi ella tersenyum dan segera menjawab “itu tadi yang masak sebenarnya
non sella, tadi dia bantu bibi tapi tadi bibi bantuin pak min nguras kolam
ikan, jadi non sella maksa dia yang buat makan malam untuk den shandy”
“oh” tukasnya singkat,
“memangnya kenapa den? Ada yang salah dengan sup ayamnya?”
Ia langsung menukasnya
“oh engga kok bi, ga apa-apa” lalu bi ella pamit dari kamarnya, ia tak lagi
bisa menutupi apa yang ia rasakan, kali ini sup yang ia makan rasanya
benar-benar sangat buruk, membuat lidahnya terasa aneh dan mukanya memerah.
Lalu shandy turun dari kamarnya dan pergi kedapur mengambil minum air putih
sebanyak-banyaknya. Kebetulan disana sella sedang membuat teh hangat, “eh
shandy, cari apa?” shandy menghampiri sella “jangan banyak nanya deh” lalu
beranjak pergi “shan muka kamu merah kamu kenapa, sakit?” sella kembali
menanyakan, “ini gara-gara kamu tau!” sella kaget, apa yang salah padanya, “aku
ga suka bawang putih, dan ga pernah suka, aku alergi sama bawang putih, terus kamu sok tahu masukin
bumbu itu kedalam sup ayam yang kamu buat?”
Ia langsung mengerti
apa yang dituduhkan shandy, ia memang memasakan supnya dan menambahkan racikan
bumbu bawang putih itu, karena memang tidak tahu kalau shandy alergi pada
bawang putih itu“ jadi kamu alergi gara-gara sup yang aku buat? Maafin aku shan
aku gak tau, aku kira kamu ga alergi, aku nambahin bumbu itu biar masakannya
enak, ga bermaksud apa-apa” dengan penuh sesal. Shandy pun berbalik
“udah ya mulai sekarang,
kamu jangan masakin apapun buat aku, biarin bi ella aja dan jangan ikut campur
sama urusan orang lain” sebelum sella membuka mulutnya lagi untuk berbicara
shandy sudah meninggalkannya. Sella sangat menyesal sekali, karena dia shandy
menjadi seperti ini.
Dia berniat kekamar shandy, setelah sampai depan
kamar tidurnya ia melihat pintunya tak di tutup, lalu ia mencoba melihat
shandy, kebetulan shandy sedang menggaruk bagian wajahnya dan tangannya yang
terlihat memerah, sella turun dari kamarnya mengambil salep oles dan kembali ke
kamar shandy, ia langsung masuk “maafin aku shan, tadi pintu kamar mu ga kamu tutup
aku masuk, terus bawain salep oles buat kamu” sambil menyerahkannya, shandy
menoleh lalu mengambil salepnya “thanks” sella keluar dari kamarnya dalam penuh
sesal.
*Bersambung*